Pria berpakaian ''dinas'' celana pendek jin dan kemeja lengan pendek
yang ujung lengannya tidak dijahit, ini adalah salah satu sosok
entrepreneur sukses yang memulai usahanya benar-benar dari bawah dan
bukan berasal dari keluarga wirausaha. Pendiri dan pemilik tunggal
Kem Chicks (supermarket), ini mantan sopir taksi dan karyawan
Unilever yang kemudian menjadi pengusaha sukses.
yang ujung lengannya tidak dijahit, ini adalah salah satu sosok
entrepreneur sukses yang memulai usahanya benar-benar dari bawah dan
bukan berasal dari keluarga wirausaha. Pendiri dan pemilik tunggal
Kem Chicks (supermarket), ini mantan sopir taksi dan karyawan
Unilever yang kemudian menjadi pengusaha sukses.
Titik balik yang getir menimpa keluarga Bob Sadino. Bob rindu pulang
kampung setelah merantau sembilan tahun di Amsterdam, Belanda dan
Hamburg, Jerman, sejak tahun 1958. Ia membawa pulang istrinya,
mengajaknya hidup serba kekurangan. Padahal mereka tadinya hidup
mapan dengan gaji yang cukup besar.
Sekembalinya di tanah air, Bob bertekad tidak ingin lagi jadi
karyawan yang diperintah atasan. Karena itu ia harus kerja apa saja
untuk menghidupi diri sendiri dan istrinya. Ia pernah jadi sopir
taksi. Mobilnya tabrakan dan hancur. Lantas beralih jadi kuli
bangunan dengan upah harian Rp 100.
Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan
depresi yang dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah
muncul inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam
ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup,
tentu manusia pun juga bisa.
Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual
beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan
istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing, karena
mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan
Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang asing.
Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing
sekalipun. Namun mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki
pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob, dari pribadi
feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut
perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem
Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan
celana pendek.
Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis,
khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk
konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin
kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.
Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan
demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia
dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor
satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap
peluang.
Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana
tidak harus selalu baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang
adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak
orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak
segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Bob.
Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia
langsung terjun ke lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan
menguasai bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan
kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu
menjadi trampil dan profesional.
Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan
bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu yang
melebihi orang lain.
Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan
saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih
simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan
pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia
selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.
Bob menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota
keluarga Kem Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama,
semuanya punya fungsi dan kekuatan.
Anak Guru
Kembali ke tanah air tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa
dengan pekerjaan terakhir sebagai karyawan Djakarta Lloyd di
Amsterdam dan Hamburg, Bob, anak bungsu dari lima bersaudara, hanya
punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino, pria Solo yang
jadi guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal dunia
ketika Bob berusia 19.
Modal yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun
1960-an. Satu ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang,
Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi, masih terhampar
sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Bob
sendiri sopirnya.
Suatu kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali,
tetapi berita kecelakaan yang menghancurkan mobilnya. ''Hati saya
ikut hancur,'' kata Bob. Kehilangan sumber penghasilan, Bob lantas
bekerja jadi kuli bangunan. Padahal, kalau ia mau, istrinya, Soelami
Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri, bisa
menyelamatkan keadaan. Tetapi, Bob bersikeras, ''Sayalah kepala
keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.''
Untuk menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras
dari kenalannya, Sri Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak: Ia
berhasil menjadi pemilik tunggal Kem Chicks dan pengusaha
perladangan sayur sistem hidroponik. Lalu ada Kem Food, pabrik
pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah ''warung'' shaslik di
Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta. Catatan awal 1985 menunjukkan,
rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40 sampai 50 ton daging
segar, 60 sampai 70 ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.
''Saya hidup dari fantasi,'' kata Bob menggambarkan keberhasilan
usahanya. Ayah dua anak ini lalu memberi contoh satu hasil
fantasinya, bisa menjual kangkung Rp 1.000 per kilogram. ''Di mana
pun tidak ada orang jual kangkung dengan harga segitu,'' kata Bob.
Om Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di
luar bisnis makanan. Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang tidak
ada habis-habisnya. Karena itu ia tak ingin berkhayal yang
macam-macam.
Haji yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar berat musik klasik
dan jazz. Saat-saat yang paling indah baginya, ketika shalat bersama
istri dan dua anaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar